SEJARAH IPNU-IPPNU

MASA KELAHIRAN (1954-1955)












Berawal dari Pesantren
Sekitar akhir tahun 1954, di kediaman Nyai Masyhud yang terletak di bilangan Keprabon, Surakarta, beberapa remaja putri yang kala itu sedang menuntut ilmu di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta, mencoba merespon keputusan Muktamar NU ke-20 di Surabaya tentang perlunya organisasi pelajar di kalangan nahdliyyat.(8) Diskusi-diskusi ringan dilakukan oleh Umroh Machfudzoh, Atikah Murtadlo, Lathifah Hasyim, Romlah, dan Basyiroh Saimuri. Dengan panduan ketua Fatayat cabang Surakarta, Nihayah, mereka berbicara tentang absennya pelajar putri dalam tubuh organisasi NU. Lebih-lebih setelah kelahiran Muslimat NU (29 Maret 1946) yang beranggotakan wanita-wanita paruh baya, dan Fatayat NU (24 April 1950) yang anggota-anggotanya banyak didominasi oleh ibu-ibu muda.(9) Pembicaraan itu kemudian berkembang dengan argumentasi Nihayah tentang pentingnya didirikan satu wadah khusus bagi para pelajar putri NU. Apalagi keputusan muktamar ke-20 NU tahun 1954 menyatakan, bahwa IPNU adalah satu-satunya organisasi pelajar yang secara resmi bernaung di bawah NU dan hanya untuk laki-laki, sedangkan pelajar putri sebaiknya diwadahi secara terpisah. Nihayah juga berdalih bahwa banyak pelajar-pelajar putri dari kalangan NU yang dimanfaatkan oleh ormas-ormas yang kebanyakan berafiliasi kepada partai politik tertentu di luar NU. Nihayah bahkan menjabat sebagai Ketua Departemen Keputrian Pelajar Islam Indonesia (PII) yang berafiliasi kepada Partai Masyumi, padahal menjelang pemilu 1955 NU sudah berpisah menjadi partai sendiri. Obrolan ringan yang biasanya dilakukan seputar waktu senggang setelah sekolah itu akhirnya berkembang menjadi sebuah gagasan kemungkinan pengiriman pelajar putri NU mendampingi pelajar-pelajar putra yang memang pada awal tahun 1955 sedang mempersiapkan muktamar I IPNU yang akan diadakan di Malang, Jawa Timur. 

Gagasan ini menjadi semakin matang dengan diusulkannya pembentukan sebuah tim kecil oleh Ahmad Mustahal -ketua NU cabang Surakarta yang juga secara rajin memantau perkembangan gagasan nahdliyyat muda tersebut- untuk membuat draf resolusi pendirian IPNU-Putri. Tim yang diketuai Nihayah dan sekretaris Atikah Murtadlo ini menyusun draf resolusi di kediaman Haji Alwi di daerah Sememen, Kauman, Surakarta dan memutuskan untuk memberitahukan adanya rencana resolusi tersebut kepada PP IPNU yang berkedudukan di Yogyakarta. Tim juga menetapkan dua orang anggotanya yaitu Umroh Machfudzoh dan Lathifah Hasyim sebagai utusan untuk menemui PP IPNU di Yogyakarta. Selanjutnya utusan tersebut berangkat ke Yogyakarta dan diterima langsung oleh Ketua Umum PP IPNU, M. Tolchah Mansoer. Dalam pertemuannya, Umroh menyampaikan permintaan tim resolusi IPNU-Putri agar PP IPNU dapat menyertakan cabang-cabang yang memiliki pelajar-pelajar putri untuk menjadi peserta/wakil putri pada Kongres I IPNU di Malang. Selanjutnya disepakati pula dalam pertemuan tersebut bahwa peserta putri yang akan hadir di Malang nantinya dinamakan IPNU-Putri. 


Konperensi Panca Daerah
Sesuai dengan permintaan dihadirkannya utusan IPNU-Putri sebelumnya, selain dihadiri oleh peserta putra dari cabang-cabang IPNU seluruh Indonesia, pembukaan Muktamar I IPNU di pendopo kabupaten Malang dihadiri pula oleh peserta putri yang ternyata hanya berasal dari lima cabang (berikut nama-nama utusannya) yaitu: 
1. Cabang Yogyakarta: Asiah Dawami 
2. Cabang Surakarta: Umroh Machfudzoh Wahib, Atikah Murtadlo
3. Cabang Malang: Mahmudah Nahrowi 
4. Cabang Lumajang: Zanifah Zarkasyi 
5. Cabang Kediri: Maslamah 

Setelah selesai acara pembukaan, negosiasi formal dilakukan oleh para peserta putri dengan pengurus teras PP IPNU tentang kelanjutan eksistensi IPNU-Putri yang berdasarkan rencana sebelumnya secara administratif akan hanya menjadi departemen di dalam tubuh organisasi IPNU. Pembicaraan tentang kemungkinan ini berjalan cukup alot karena PP IPNU secara formal tidak pernah merasa mendirikan IPNU-Putri dan berakhir buntu pada keputusan diadakannya pertemuan intern lebih lanjut di antara utusan putri yang hadir mengenai kedudukan IPNU-Putri. Hasil akhir negosiasi dengan pengurus teras PP IPNU telah membentuk semacam kesan di antara para peserta putri bahwa organisasi IPNU kelak hanya akan lebih serius untuk menggarap anggota dari kalangan putra. Terlebih melihat keputusan-keputusan Konperensi Segi Lima IPNU di Surakarta dan hasil Muktamar ke-20 NU di Surabaya yang memang mengukuhkan eksklusivitas IPNU, hanya untuk pelajar putra. Melihat hal tersebut, pada hari ke-2 kongres, para peserta putri yang ternyata hanya dikirimkan oleh lima cabang itu sepakat untuk mengadakan pertemuan terpisah dari arena kongres IPNU. 

Kelima cabang tersebut kemudian mengadakan pertemuan di kediaman K.H. Nachrowi Thohir di daerah Jagalan, Malang. Selama pembicaraan pendahuluan, di dalam forum tersebut sempat berkembang usulan agar IPNU-Putri hanya merupakan satu departemen khusus dalam organisasi IPNU. Pemikiran ini hampir merata di antara seluruh utusan putri yang hadir karena alasan-alasan sebagaimana akan dikemukakan nanti. Tetapi setelah mengadakan konsultasi dengan dua orang jajaran pengurus teras badan otonom NU yang diserahi tanggung jawab dalam pembinaan organisasi pelajar yaitu, Ketua PB Ma'arif NU, K.H. M. Syukri Ghazali, dan Ketua PP Muslimat NU, Mahmudah Mawardi, yang juga sesekali hadir dalam pertemuan itu, keinginan agar untuk selanjutnya IPNU-Putri adalah badan yang terpisah dari IPNU semakin menyala. Akhir dari pembicaraan selama beberapa hari itu berhasil menelurkan keputusan-keputusan sebagai berikut: 

1. Pertemuan yang berlangsung pada 28 Februari-5 Maret 1955 dan dihadiri oleh utusan dari lima cabang IPNU-Putri itu selanjutnya disebut sebagai "Konperensi Panca Daerah".
2. Pembentukan organisasi IPNU-Putri yang secara organisatoris dan administratif terpisah dari IPNU.
3. Tanggal 2 Maret 1955 bertepatan dengan 8 Rajab 1374 H, yaitu hari deklarasi resolusi terbentuknya IPNU-Putri ditetapkan sebagai hari lahir IPNU-Putri (kelak menjadi IPPNU).
4. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan cabang-cabang selanjutnya ditetapkan susunan pengurus Dewan Harian (DH) IPPNU sebagai berikut:

Ketua : Umroh Machfudzoh Wahib 
Sekretaris : Syamsiah Muthoyib 
dengan tugas-tugas: (a). Mensosialisasikan pembentukan IPNU-Putri kepada pelajar-pelajar putri NU di seluruh Indonesia. (b). Membentuk wilayah-wilayah serta cabang-cabang di seluruh Indonesia. (c). Mengadakan konperensi besar sekaligus peresmian berdirinya IPNU-Putri. (d). Menyusun dan menetapkan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sementara sampai ditetapkannya secara resmi dalam forum muktamar atau konbes. AD IPPNU berhasil disusun oleh DH dan ditetapkan sebagai AD sementara pada tanggal 11 Maret 1955. 
5. Dewan Harian ini bertugas sampai dengan terbentuknya Pimpinan Pusat definitif yang dipilih melalui forum muktamar atau konperensi besar. PP IPNU-Putri selanjutnya berkedudukan di Surakarta, Jawa Tengah. 
6. Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU-Putri kepada PB Ma'arif-NU. Pada tanggal 4 Maret 1955, dikeluarkan surat persetujuan resolusi berdirinya IPNU-Putri dari PB Ma'arif NU. Selain itu PB Ma'arif juga mengusulkan perubahan nama menjadi IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama).(10) 

Demikianlah untuk selanjutnya IPPNU berjalan berkelindan dengan IPNU bahu-membahu dalam upaya mengkader pelajar-pelajar di lingkungan NU demi kesinambungan kepemimpinan organisasi yang didirikan para alim ulama ini.

=============
Catatan-catatan:

(8) Nyai Masyhud adalah ibu dari Ny. Mahmudah Mawardi, ketua umum PP Muslimat NU 1952-1979, dan nenek dari Farida Mawardi, ketua umum PP IPPNU periode 1963-1966.
(9) Nihayah berperan aktif dalam pembentukan IPPNU hanya sampai akhir tahun 1954 karena harus meninggalkan Surakarta dan menikah dengan K.H. Ahmad Siddiq. Kyai Siddiq adalah Rais 'Aam PBNU hasil muktamar NU ke-27 di Situbondo dan terpilih lagi pada muktamar ke-28 di Yogyakarta tahun 1989.
(10) Wawancara terpisah dengan Umroh M., Nihayah Ahmad Siddiq, dan Mahmudah Nachrowi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar